Ngakan menambahkan, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2018 tentang Sistem Penilaian Kesesuaian serta Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri, dinyatakan bahwa penunjukan Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) dilakukan berdasarkan evaluasi kompetensi.
Pada prinsipnya, berdasarkan kedua Peraturan Pemerintah tersebut, LPK yang belum terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN) namun telah memiliki kompetensi yang sesuai dapat ditunjuk, dengan ketentuan dalam jangka waktu dua tahun sejak ditetapkan oleh Menteri sudah harus memperoleh akreditasi KAN.
Selanjutnya, Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2001 tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas, menyebutkan bahwa perusahaan pemegang izin usaha pabrikasi pelumas wajib menghasilkan pelumas yang memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh menteri.
"Kalau belum ada standar mutu yang ditetapkan, berlaku ketentuan mutu pelumas atau pelumas dasar yang diakui secara internasional," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Standardisasi Industri Kemenperin, Yan Sibarang Tandiele menyatakan bahwa dalam proses sertifikasi dan pengujian SNI, semua dilakukan oleh pihak ketiga yang independen sehingga pembuat kebijakan atau regulasi tidak dapat melakukan intervensi terhadap hasil sertifikasi.
"Tugas pemerintah selaku pembuat kebijakan atau regulasi hanya memonitor dan mengawasi pelaksanaannya," jelas dia.
Penunjukan tersebut dilakukan guna memberikan kemudahan pelaku usaha dalam proses sertifikasi, monitoring sertifikat yang diterbitkan dan kepastian hukum dalam pelaksanaannya.
"Dengan adanya penunjukan ini, pelaku usaha diberikan pilihan untuk memproses Sertifikasi SNI, bisa ke LSPro dan Lab Uji mana saja selama ditunjuk oleh menteri," tandas Yan.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
from Berita Hari Ini Terbaru Terkini - Kabar Harian Indonesia | Liputan6.com https://ift.tt/2uNpDtz
No comments:
Post a Comment