Liputan6.com, Jakarta - Dua tahun lalu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas meminta peserta Sidang Majelis Umum PBB 2016 untuk membuat 2017 sebagai tahun untuk mengakhiri penjajahan Palestina oleh Israel.
Namun, ketika dia bersiap untuk berpidato lagi di perhelatan yang sama pekan ini, posisi Palestina tak pernah lebih lemah dari sebelumnya.
Sejak pidato itu, pada tahun 2017, Donald Trump muncul sebagai presiden Amerika Serikat, yang dipandang oleh Ramallah sebagai pemimpin paling pro-Israel yang pernah mereka temui dan seorang pria yang semakin melemahkan impian orang Palestina untuk merdeka dan membentuk negara berdaulat.
Trump pernah berjanji untuk membuat sebuah 'kesepakatan' yang dapat mengakhiri konflik menahun Palestina-Israel. Tetapi, langkah Trump yang memindahkan kedutaan AS ke Yerusalem dipandang oleh Palestina sebagai sebuah pengkhianatan dan tak mencerminkan sikap sebagai juru damai Palestina-Israel.
Sudah lebih dari satu tahun menjabat, pemerintahan Trump pun belum juga mengeluarkan nota kesepakatan perdamaian seperti yang telah dijanjikan, meski Gedung Putih mengklaim telah bekerja secara intensif selama 20 bulan terakhir.
Selain itu, pembangunan pemukiman Israel terus tak tertandingi di Tepi Barat yang diduduki, badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) sekarang tak lagi menerima pendanaan dari AS --meninggalkan organisasi itu dalam kondisi defisit dan di ambang krisis-- dan semua kontak diplomatik publik antara Washington dan Ramallah telah memburuk, menyusul langkah Washington yang menutup Kantor Perwakilan Palestine Liberation Organization (PLO) untuk AS.
Di tengah situasi buruk itu, pemerintahan Presiden Palestina Mahmoud Abbas kini bergantung pada komunitas internasional untuk membantu, termasuk salah satunya dari Indonesia.
"Kami meminta Indonesia agar terus mengekspresikan sikap mereka untuk senantiasa membantu Palestina ... menjelang Presiden Mahmoud Abbas yang akan menyampaikan pidato di Sidang Majelis Umum PBB, di tengah tekanan dan konspirasi dari AS dan sekutunya, yang mereka berikan kepada Palestina," kata Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Zuhair al-Shun dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (24/9/2018).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Timur Tengah Kementerian Luar Negeri RI, Sunarko mengatakan, "Seperti yang selalu ditegaskan oleh Bapak Presiden dan Ibu Menteri Luar Negeri RI, keputusan Indonesia untuk selalu memperjuangkan Palestina dalam politik luar negeri kita, adalah final, jelas, dan tegas ... bahwa kita akan terus membantu melalui berbagai jalur, mulai dari diplomatik, ekonomi, dan pengembangan kapasitas."
Sementara itu, Din Syamsudin yang hadir selaku Ketua Prakarsa Persahabatan Indonesia-Palestina mengatakan bahwa "Seluruh rakyat Indonesia dari seluruh kelompok agama dan masyarakat sipil, selalu bersama Palestina dan berjuang terus untuk mencapai kemerdekaan Palestina."
Mengganti Peran AS Sebagai Juru Damai Israel-Palestina
Sampai saat ini, sangat sulit dan sangat sedikit yang bisa dilakukan untuk membendung gerakan sepihak AS yang semakin intens mendukung Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan pemerintahan sayap kanannya.
Itulah sebabnya, pidato Presiden Abbas di Sidang Majelis Umum PBB pekan ini diharapkan akan menjadi yang paling penting dari karier politiknya.
Dalam pidatonya pada 27 September 2018 nanti, Abbas diperkirakan akan menentang Washington, menegaskan kembali perlunya rencana perdamaian alternatif, mengingat AS yang semakin berat sebelah mendukung Israel.
Selepas dari New York, Abbas akan melaporkan hasil Sidang Majelis Umum PBB kepada badan legislatif Dewan Nasional Palestina, di mana setiap tanggapan akan diputuskan menjadi kebijakan. Itu berarti bahwa beberapa langkah konkret akan diumumkan.
"Anda tidak akan melihat banyak kejutan, tetapi (pidato Abbas) itu akan menjadi pernyataan yang sangat kuat," kata seorang pejabat Palestina, seperti dikutip dari The National, Senin 24 September 2018.
Pejabat itu mencatat bahwa isi pidato Abbas masih bisa berubah ketika "sentuhan terakhir dibuat di New York beberapa jam sebelum pidato".
Menteri Luar Negeri Palestina, Riad Al Malki, mengatakan kepada kantor berita Maan bahwa garis besar pidato Abbas akan serupa dengan proposal yang ia sampaikan di hadapan PBB pada Februari 2018 lalu, di mana ia menganjurkan sebuah "koalisi internasional" untuk menggantikan AS sebagai juru damai utama untuk mengakhiri konflik dengan Israel.
Simak video pilihan berikut:
No comments:
Post a Comment